Artinya: "Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy Syuara : 30) Bahwa ujian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mengangkat derajatnya dan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Allah yang akan mempermudah jalan ku menuju operasi pengangkatan PEN dan Allah memberikan aku ujian juga cobaan bukan berarti Allah tak sayang padaku justru Allah cemburu kalau selama ini aku lalai Aku Ridho, Aku sabar, Aku kuat dan aku semangat juga trus tetap Doa serta ikhtiar mencari Rezeki- MU untuk aku bisa menjalani ini semua hurufpertama k 1 = ر, huruf kedua k 2 = ج, dan huruf ketiga k 3 = ء; Makna dari kata dasar ر ج ء : Kata dasar ini sebagai kata benda berkaitan dengan makna silakan, tolong, minta, sudilah, supaya, tumpang, menumpang, mangga, harap, asa, kepercayaan, keyakinan, lembah, jurang, ngarai, teluk sempit. Semuaitu menghapus kesalahan mereka, meninggikan derajat meraka, menjadi kemuliaan dan pahala yang besar. "Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya." (HR Keluargaitu ridho dan tabah serta memuji kebesaran Allah. Abu Darda' berkata kepada mereka, " Sesungguhnya Allah telah memutuskan suatu perkara, maka Dia senang jika takdirnya itu diterima dengan ridho." Imam Ghozali mengatakan ridho adalah pintu menuju Allah yang terbesar, Derajat ridho lebih tinggi daripada sabar. 5X3m. Ilustrasi mempelajari sikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsUmat Muslim dianjurkan untuk melaksanakan semua amal ibadah dengan rasa ikhlas dan ridho. Keduanya perlu ditanamkan dalam diri setiap Muslim karena merupakan sikap yang disukai Allah orang menganggap ikhlas dan ridho adalah hal yang sama, faktanya keduanya memiliki makna berbeda. Lantas, apa perbedaan ikhlas dan ridho dalam syariat Islam? Simak penjelasannya di bawah Ikhlas dan RidhoDikutip dari buku Aqidah Akhlak Pada Madrasah oleh Indra Satia Pohan, ikhlas menurut syariat Islam disebut juga dengan qana’ah. Ini merupakan kerelaan hati dalam menerima sesuatu serta selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat dapat berfungsi sebagai motivasi bagi manusia untuk rajin dan giat dalam melakukan sesuatu dengan tujuan demi mencapai kesejahteraan hidup bagi dirinya, keluarga dan orang lain. Sikap ikhlas juga membantu manusia untuk mengendalikan hawa seorang Muslim, ikhlas menjadi sikap yang harus dimiliki agar terhindar dari sifat rakus, serakah, dan tamak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Az Zumar ayat 49 berikut iniفَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَArtinya “Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku. Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”Ilustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsSementara itu, ridho menurut bahasa artinya rela. Sedangkan secara istilah, ridho adalah menerima semua yang terjadi pada dirinya, baik kebahagian maupun kesedihan, dengan selalu berlapang dada serta menghadapinya dengan tabah, ikhlas, dan tidak putus Masyhuda Al-Mawwaz dalam buku Cara Allah Menolong Hamba-Nya, manusia harus memiliki sikap ridho agar menjadi pribadi yang berjiwa besar, bersikap tenang, dan selalu mensyukuri semua kehendak Allah SWT atas sikap ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit akibat berbagai musibah yang menimpanya. Dalam sebuah hadits dijelaskan“Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” HR. At TirmidziContoh Perilaku Ikhlas dan RidhoIlustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsDiambil dari buku Meraih Dahsyatnya Ikhlas terbitan Penerbit Agromedia Pustaka, di antara beberapa contoh orang-orang yang ikhlas dan ridho dalam kehidupan adalah mereka yang rela menerima kenyataan hidup walaupun dalam keadaan yang yang ikhlas tidak akan banyak berangan-angan serta berharap sesuatu melebihi batas kemampuannya serta selalu ikhtiar dan berdoa untuk memperbaiki nasibnya di masa yang akan datang. Sifat ikhlas seperti ini didukung keridhoan dalam dirinya dengan selalu berserah diri kepada Allah SWT, baik dalam kehidupan yang lapang maupun yang dimaksud dengan ikhlas?Apa saja manfaat sikap ikhlas? إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho terhadap ujian tersebut maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah terhadap ujian tersebut maka baginya murka-Nya.” HR. TirmidziDari hadist tersebut sudah jelas, bahwa ketika Alah mencinati seorang hamba, maka hamba tersebut akan Allah uji, dengan tujuan Allah ingin menguji apakah hamba tersebut ridho terhadap cobaan tersebut aatukah malah akan marah-marah dengan cobaan tersebut walaupun sebenarnya Allah sudah Maha tahu terhadap respon hamba tersebut, namun Allah ingin memberitahukan hal tersebut ke hambanya yang lain secara umum.Dari Mush’ab bin Sa’id seorang tabi’in dari ayahnya berkata, يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً“Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat kokoh, maka dia akan mendapat ujian begitu kuat. Apabila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan agamanya. Senantiasa seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” HR. TirmidziSemoga kita yang sedang mendapat ujian atau musibah merenungkan hadits-hadits di atas. Sungguh ada sesuatu yang tidak kita ketahui di balik musibah tersebut. Maka bersabarlah dan berusahalah ridho dengan taqdir ilahi serta mencari Manawi mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta tertutupi. Betapa banyak orang sholih ulama besar yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. … Dan masih banyak kisah lainnya.” Faidhul Qodhir Syarh Al Jami’ Ash ShogirSemoga kita termasuk orang-orang yang bersabar ketika menghadapi musibah. “Barangsiapa tidak dicoba dengan bencana atau kesusahan, maka tidak ada sebuah kebahagiaan di sisi Allah.” Adh Dhahhak Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani Ath Thibiy berkata “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” Lihat Faidhul Qodir, 2 583, Mirqotul Mafatih, 5 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7 65 Dari Anas bin Malik, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani “Bencana sentiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” HR. At Tirmidzi, dan beliau berkata, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya Dari Abu Hurairah “Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” HR. Ahmad, hasan shahih “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit yang terus menerus, rasa capek, kekhawatiran pada pikiran, sedih karena sesuatu yang hilang, kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” HR. Bukhari dan Muslim Rasulullah ﷺ bersabda “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” HR. Bukhari dan Muslim “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” Muslim dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu Anhu “Kunci pembuka kenikmatan adalah sabar, sedangkan kunci penutupnya adalah malas.” Ali bin Abi Thalib Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجِزَنَّ , وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا لَكَانَ كَذَا وَ كَذَا , وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَ مَا شَاءَ فَعَلَ , فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Bersungguh-sungguhlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dalam segala urusan, serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu kegagalan, maka janganlah kamu mengatakan, seandainya aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan membuka pintu perbuatan setan”. HR. Muslim no. 2664 “Ketahuilah bahwa kesulitan itu akan membuka pendengaran dan penglihatan, menghidupkan hati, mendewasakan jiwa, mengingatkan hamba, dan menambah pahala.” DR. Aidh Al Qarni “Kegundahan, kesusahan, dan kesedihan hanyalah muncul dari dua sisi Pertama, cinta dunia dan ambisius terhadapnya. Kedua, sedikit melakukan kebaikan dan ketaatan.” Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Uddatush Shabirin, hlm. 512 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata “Jadi, sabar ada tiga macam, yang paling tinggi adalah sabar di atas ketaatan kepada Allah, kemudian sabar dari kemaksiatan, lalu sabar atas takdir Allah.” Al-Qaulul Mufid 2/110 Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda أشد الناس بلاء الأنبياء, ثم الصالحون, ثم الأمثل فالأمثل “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya.” HR. Ahmad, 3/78, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 995 Rasulullah SAW bersabda “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik setelahnya, lalu orang yang paling baik setelahnya. Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun.” Shohihul Jami 993 “Segala persoalan dalam hidup ini sesungguhnya tidak untuk menguji kekuatan dirimu, tetapi menguji seberapa besar kesungguhanmu meminta pertolongan Allah SWT.” Ibnu Qoyyim Imam Ibnul Qoyyim رحمه اللَّه berkata “Barangsiapa yang mengenal Allah جل جلاله niscaya akan terasa lapang baginya segala kesempitan.” Madaarijus Saalikin 3/317 Berkata Utsaimin rahimahumullah “Jika sesuatu perkara membuatmu lelah dan membuatmu lemah darinya maka ucapkanlah Laa Haula Walaa Quwwata illa Billah, karena sungguh Allah akan membantumu atas perkara itu.” Syah Riyadih Sholihin 5/22 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kata ini Laa haula wala quwwata illa billah memiliki pengaruh yang ajaib dalam menghadapi situasi sulit, agar tahan banting, tatkala menemui para penguasa dan orang-orang yang ditakuti, menghadapi keadaan pelik dan juga mempunyai pengaruh yang menakjubkan dalam menghindari kefaqiran.” Al Wabilus Shoib hal. 77 Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan “Apabila ada suatu hal yang melelahkanmu dan engkau pun tidak sanggup mengerjakannya, ucapkanlah, Laa haula wa laa quwwata illa billah’. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dengan pertolongan dari Allah, niscaya Allah akan memudahkan urusanmu.” Syarah Riyadhushalihin, 5/552 Dalam hadis qudsi Allah berfirman “Pergilah pada hambaku lalu timpakanlah berbagai ujian padanya karena Aku ingin mendengar rintihannya.” HR. Thabrani dari Abu Umamah Ibnul Qayyim rahimahullah “Sesungguhnya Allah menguji hamba-Nya, supaya Ia dapat mendengar keluh kesah sang hamba, ketunduk-pasrahannya, serta rintihan do’anya.” Uddatush shabirin hlm. 62 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Sesuai dengan kadar niat, tekad dan semangat seorang hamba, sekadar itulah Allah akan memberikan taufik dan pertolongan kepadanya. Maka pertolongan Allah akan turun kepada seorang hamba, sesuai dengan kadar tekadnya.” Al Fawaid 18 “Kadang kala, pemberian ilahi datang secara tiba-tiba, agar para hamba tidak menyangka bahwa pemberian itu ada karena persiapan mereka.” Ibnu Atha’illah al-Iskandari Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Diantara rahmat Allah adalah menjadikan dunia penuh ujian dan kesusahan. Agar mereka tidak condong kepada dunia dan tidak merasa tenteram kepadanya. Dan agar mereka mengharapkan kenikmatan yang abadi di negeri surga di sisi-Nya.” “Allah menggiring mereka kepada kenikmatan akhirat dengan cambuk ujian dan cobaan. Allah tidak memberi mereka dunia karena ingin memberi mereka yang lebih baik dari dunia. Allah memberi mereka ujian agar menyelamatkan mereka dari adzab-Nya.” Ighotsatulahafan 2/917 Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata فلا تتمن الموت لأن الأمر كله مقضي وربما يكون في بقاءك خير لك ولغيرك فلا تتمن الموت بل اصبر واحتسب فإن الله عز وجل سيجعل بعد العسر يسرا “Jangan engkau berharap kematian karena perkara tersebut telah ditentukan! Bisa jadi keberadaanmu yang tetap seperti itu lebih baik bagimu dan bagi orang lain, maka jangan berangan-angan untuk mati! Bahkan, hendaknya engkau bersabar dan mengharap pahala karena sesungguhnya Allah azza wa jalla akan menjadikan setelah kesulitan itu kemudahan.” Sumber Syarh al-Kabair “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta nabi Muhammad sebagai rasulnya.” HR. Muslim Sahabat, ridho merupakan perkataan ringan namun berat dijalankan, karena nyatanya, meskipun kita tahu harus ridho pada segala ketentuan Allah, tidak semua hal yang Ia berikan pada kita bisa kita ridhoi. Misalnya, kita tidak ridho pada ketentuan Allah mengenai rezeki yang kita peroleh. Mengapa amat sulit mendapat rezeki yang halal, sedangkan sumber rezeki yang haram selalu menggoda. Atau, kita tidak ridho pada ketentuan Allah mengenai keluarga, mengapa kita terlahir dari orangtua yang broken, lingkungan keluarga yang buruk dan jauh dari nilai Islam. Atau, masih banyak hal lainnya yang merupakan ketentuan Allah namun belum bisa kita ridhoi? Mari kita simak kisah singkat berikut ini Ja’far bin Sulaiman Ash-Shun’i bercerita Suatu hari, ketika Sufyan Ats-Tsuri berada di tempat Robi’ah Al-Adawiyyah, ia berseru, “Ya Allah ridhoi kami.” Robi’ah menukas, “Tidakkah kau malu kepada Allah meminta ridho-Nya, sementara kau sendiri tidak ridho terhadap-Nya?!” Sufyan serta-merta berkata, “Astagfirullah, aku memohon ampun kepada Allah.” Aku lalu bertanya kepada Robi’ah, “Kapan seorang hamba menjadi orang yang ridho terhadap Allah?” Ia menjawab, “Jika kebahagiaannya menyambut musibah sama seperti kebahagiannya menyambut nikmat.” Sahabat, rupanya salah satu ciri ridho pada Allah adalah menerima segala ketentuanNya termasuk musibah sekalipun dengan hati lapang. Jika kita diberi wajah kurang rupawan, rezeki yang pas-pasan, kesehatan bermasalah, namun kita tetap lapang pada ketentuan Allah tersebut, hal itulah yang disebut ridho padaNya. “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan meraka pun ridho kepadanya.” QS. Al-Bayyinah 8 Lalu, bagaimana cara mencapai derajat ridho pada ketentuan Allah tersebut? Bukankah tidak mudah menerima hal buruk yang Allah beri dalam hidup kita? Berikut ini beberapa poin yang mudah-mudahan bisa membantu 1. Menyadari bahwa Allah yang paling berhak atas diri kita Sahabat, seorang pencipta memiliki hak 100% terhadap apa yang ia ciptakan. Sebagaimana seniman yang ketika membuat karya tak ingin diusik apalagi dikritik, apalagi Allah yang berhak 100% melakukan apapun yang dikehendakiNya atas ciptaanNya. “Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” QS. Al-Hajj18 Maka, sebagai makhluk yang Ia ciptakan, kita disodorkan pilihan untuk ridho pada kehendakNya atau malah protes. Ketahuilah bahwa Allah tak memaksa makhlukNya untuk ridho, meski Ia berhak memaksa kita meridhoiNya, namun Ia justru meminta kepasrahan kita. Jika kita ridho pada ketentuanNya, maka sesungguhnya kita telah melakukan pilihan cerdas. Akan tetapi jika kita tidak ridho, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Tidak Membutuhkan makhlukNya. Jadi sebenarnya, orang yang tidak ridho atau belum ridho pada ketentuan Allah tengah berlaku zhalim pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa menemukan kebahagiaan sejati dalam hidupnya jika tak meridhoi apa yang Allah lakukan terhadap dirinya? 2. Meyakini bahwa musibah dan ujian bisa jadi bentuk cinta Allah Cara selanjutnya yang bisa dilakukan adalah dengan meyakini sebenar-benarnya bahwa musibah dan ujian bisa jadi salah satu bentuk cinta Allah pada seorang hamba, maka tak perlu merutuki takdir yang terlihat tak menyenangkan, bisa jadi ada balasan besar di baliknya! “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka dengan suatu musibah, maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan dari Allah dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan Allah.” HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahihah 3. Percaya bahwa Allah selalu memberi yang terbaik untuk diri kita Banyak orang tidak ridho pada ketentuan Allah karena mereka tak yakin bahwa apa yang dikehendaki Allah untuk terjadi adalah yang terbaik. Padahal segala pengetahuan dan ilmu ada di sisiNya, mengapa kita tak mempercayaiNya? Sama saja seperti seorang anak yang mencurigai orangtua yang amat mencintainya. Sang anak begitu benci dan protes… mengapa ia diberikan makanan sayur-sayuran yang tak disukainya, dan tidak diizinkan untuk bermain hujan-hujanan di tengah gemuruh petir yang menyambar? Tentu karena sang anak tak mengetahui bahwa apa yang orangtua lakukan untuknya adalah demi kebaikannya. Sahabat, jika kita meyakini bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik, otomatis kita akan pasrah dan ridho pada apapun yang Ia pilihkan untuk kita. Maka menjadilah kita orang-orang beruntung yang ridho pada ketentuan Allah. Semoga kita termasuk golongan orang cerdas yang memilih secara sadar untuk meridhoi segala ketetapan Allah dalam hidup kita. Aamiin. SH Oleh Erna Ummu Azizah Komunitas Peduli Generasi dan Umat [email protected] DALAM kehidupan sehari-hari sering kali kita dihadapkan pada kondisi-kondisi yang membuat kita bertanya-tanya. Apakah ini ujian, adzab, ataukah istidraj? Lantas, bagaimana kita membedakannya, dan bagaimana pula kita menyikapinya? Musibah atau bencana yang menimpa orang yang beriman, yang senantiasa beramal sholih, menjauhi maksiat, menghidupkan sunnah-sunnah Nabi, serta selalu berada dalam ketaatan kepada perintah dan larangan Allah. Inilah yang disebut ujian atau cobaan. Musibah ini bertujuan untuk menguji keistiqomahan hamba. Allah ingin melihat bukti keimanan dan kesabarannya. Jika ia bisa menyikapi dengan benar, dan mengembalikan semuanya kepada Allah, maka Allah akan memberikan pertolongan dan rahmat sesudah musibah atau bencana tersebut, bahkan menjadikan musibah tersebut sebagai penggugur dosa-dosanya. BACA JUGA Maksiat Rajin Rezeki Lancar? Musibah ini adalah tanda kecintaan Allah SWT pada seseorang hamba. Semakin tinggi derajat keimanan dan kekuatan agama seseorang, justru ujian musibah yang menimpanya akan semakin berat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ. Dari Mush’ab bin Sa’d dari ayahnya. Ayahnya berkata Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ,” Manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Rasulullah ﷺ menjawab,” Para Nabi, kemudian disusul yang derajatnya seperti mereka, lalu yang di bawahnya lagi. Seseorang diuji sesuai keadaan agamanya. Jika agamanya itu kokoh maka diperberatlah ujiannya. Jika agamanya itu lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan agamanya. Senantiasa ujian menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun.” HR. al-Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah Foto Freepik 2. ADZAB Musibah bagi orang-orang yang lalai menunaikan hak-hak Robb-Nya, sering berbuat dosa, dan menunda taubat. Inilah yang disebut adzab atau teguran. Musibah ini bertujuan untuk memberi peringatan kepada hamba agar bergegas kembali kepada Robb-nya dan segera bertaubat. Adzab ini adalah hukuman yang disegerakan di dunia agar nanti tidak ditimpakan kepadanya di akhirat, atau di akhirat nanti hukumannya lebih ringan. Allah menginginkan kebaikan kepada hambaNya sehingga hukuman tersebut disegerakan di dunia, untuk menghapus kesalahan-kesalahan hamba tersebut. Sebenarnya peringatan ini karena kasih sayang Allah SWT. Misalnya seseorang yang berada dalam kesempitan rezeki. Kemudian ia bermunajat kepada Allah agar memberikannya keluasan rezeki. Rajin ibadah sunah dan perbaikan ibadah lainnya dengan semaksimal mungkin. Hingga Allah SWT memberikan jalan keluar. Bisnisnya lancar, usahanya berkembang, dan kesibukan semakin meningkat. Tapi justru dikarenakan sibuknya, satu persatu ibadah sunahnya mulai ia tinggalkan. Ibadah wajibnya pun dilalaikan. Seharusnya bertambahnya nikmat, membuat ia bertambah syukur dan semakin dekat dengan Allah, tetapi yang terjadi malah semakin jauh dari Allah. Orang ini sebenarnya sedang mengundang datangnya musibah atau adzab Allah. Hingga akhirnya Allah cabut kembali nikmatNya. Dan, sungguh musibah yang datang kepadanya ini sebagai peringatan untuk kembali kepada Robb-nya dan segera bertaubat. 3. ISTIDRAJ Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya yang sebenarnya itu menjadi adzab baginya apakah dia bertaubat atau semakin jauh. Ada seorang yang maksiatnya lancar tapi rezekinya juga lancar. Ia tidak dalam ketaatan namun bergelimang berbagai kelebihan-kelebihan. Foto Pexels Dari Uqbah bin Amir RA, dari Rasulullah ﷺ “Apabila engkau melihat Allah mengaruniakan dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu hanya istidraj dariNya.” kemudian Rasulullah membaca firman Allah “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” QS. Al-An’am 44. HR. Ahmad Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk adzab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman adzab akhirat tidak dipedulikan. Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti. BACA JUGA Hati-Hati Istidraj, Ini Ciri-Cirinya Sekarang coba tanyakan dengan jujur pada diri sendiri, bagaimana keimanan kita terhadap Allah SWT? Apabila kita termasuk orang yang lalai, maka jawaban atas musibah yang menimpa, adalah sebagai adzab dan peringatan atas kelalaian kita, agar kita sadar dari kelalaian kita selama ini. Dan segeralah bertaubat. Dan kalau kita bukan hambaNya yang lalai, maka musibah yang menimpa kita, adalah sebagai suatu ujian, dimana dengan ujian itu, Allah telah menyiapkan tingkat keimanan yang lebih tinggi untuk kita. Seperti menjadikan kita hamba pilihanNya yang sabar. Dan pahala orang yang sabar sungguh tanpa batas. Dan insya Allah dengan kesabaran dan istiqomah di jalanNya akan bisa meraih ridho Allah, dan ridho Allah adalah segalanya. Wallahu a’lam. []

ridho dengan ujian allah